BBKSDA Jawa Timur Dampingi Peneliti Pelestarian Budaya di Kampung Merak

Selasa, 11 November 2025 BBKSDA Jawa Timur

Ponorogo, 9 November 2025. Di Kampung Merak Gentan Farm, riak warna hijau kebiruan dari bulu Merak Hijau kembali menjadi saksi bagaimana alam dan budaya saling menghidupi. Pada Minggu, 9 November 2025, Tim Resor Konservasi Wilayah (RKW) 06 Ponorogo Seksi KSDA Wilayah II Bojonegoro, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur (BBKSDA Jatim)  mendampingi kunjungan lapangan para peneliti dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI dan CV Anugerah Wikarya Nusantara Yogyakarta. Kunjungan ini menjadi bagian penting dari rangkaian penelitian Analisis Ekosistem Kebudayaan Reog Ponorogo yang sebelumnya digelar dalam Diskusi Terpumpun di Universitas Muhammadiyah Ponorogo pada September 2025.

 

Sejak pagi, desir dedaunan membawa para peneliti memasuki ruang hidup Merak Hijau (Pavo muticus) sebuah ikon megah yang bukan hanya menandai kekayaan hayati Pulau Jawa, tetapi juga menjadi simbol kekuatan dan keanggunan dalam tradisi Reyog Ponorogo. Di tengah kandang yang teduh, Bapak Edy, pengelola sekaligus narasumber, menguraikan perjalanan penangkaran Merak Hijau yang ia kelola, bagaimana telur pertama dipertahankan, bagaimana pakan alami dipertahankan untuk menjaga keaslian perilaku, hingga bagaimana masyarakat sekitar dilibatkan agar konservasi tidak berdiri sendiri.

 

Dalam sesi diskusi, Tim RKW 06 menegaskan kembali bahwa Merak Hijau merupakan satwa liar yang dilindungi undang-undang dan menjadi perhatian strategis BBKSDA Jawa Timur, mengingat populasinya yang terus mengalami tekanan di alam. Tim juga menyampaikan komitmen institusi konservasi dalam memperkuat konservasi berbasis budaya, sejalan dengan semangat “Membudayakan Konservasi dan Mengonservasi Budaya.”  Reog bukan sekadar seni pertunjukan, ia adalah ekosistem nilai, pengetahuan, dan simbolisme yang tidak dapat dipisahkan dari satwa yang mengilhami bentuk sayap Sang Singa Barong.

 

Hasil pengamatan dan interaksi langsung pada pendampingan lapangan ini menjadi bagian dari upaya menyatukan data ekologis dan kultural, agar kebijakan pelestarian budaya dan konservasi satwa dapat berjalan saling meneguhkan. Integrasi pengetahuan lokal, praktik penangkaran, dan kajian ilmiah diharapkan menjadi fondasi kuat untuk menjaga Merak Hijau tetap hadir dalam lanskap alam Jawa Timur, sekaligus tetap hidup sebagai denyut identitas masyarakat Ponorogo.

 

Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur, Nur Patria Kurniawan, menyampaikan bahwa kolaborasi lintas sektor seperti ini adalah kunci untuk memperkuat konservasi.

 

“Merak Hijau bukan hanya satwa lindung, tetapi penghubung antara alam, budaya, dan sejarah. Ketika kita melindunginya, kita sedang menjaga bagian penting dari jati diri masyarakat Ponorogo. Konservasi hanya akan berhasil ketika kita mengartikulasikannya bersama masyarakat, para pemangku budaya, dan dunia akademik,” ungkapnya secara terpisah.

 

Pada akhirnya, setiap aktivitas kegiatan didokumentasikan. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan setiap detail kegiatan dipelajari lebih lanjut dalam rangka memperkaya kajian ekosistem budaya Reog Ponorogo pada tahap berikutnya. (dna)

 

Sumber: Bidang KSDA Wilayah 1 Madiun – Balai Besar KSDA Jawa Timur

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini