Empat Desa di Sipirok Menuju Desa Ramah Orangutan

Jumat, 26 September 2025 BBKSDA Sumatera Utara

Bulu Mario, 26 September 2025. Kawasan Batang Toru di Tapanuli Selatan menyimpan kekayaan alam yang luar biasa. Di sinilah hidup Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis), primata langka yang hanya ditemukan di wilayah ini. Namun, kedekatan habitat dengan lahan pertanian warga membuat perjumpaan antara orangutan dan manusia semakin sering terjadi, termasuk di Desa Bulu Mario. Situasi ini kerap menimbulkan interaksi negatif karena orangutan mencari makan di kebun, sementara masyarakat khawatir akan kehilangan hasil panennya.

Sebagai langkah antisipasi, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Sumatera Utara bersama Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) mengadakan Sosialisasi Desa Ramah Orangutan (Orangutan Friendly Village) pada 20 September 2025.

Kegiatan yang dipusatkan di Kebun Pembibitan SRI, Desa Bulu Mario, Kecamatan Sipirok, ini melibatkan empat desa dengan keanekaragaman hayati tinggi, yakni Bulu Mario, Aek Nabara, Tanjung Dolok, dan Simaninggir. Melalui kegiatan ini, masyarakat diperkenalkan pada konsep mitigasi interaksi negatif dengan satwa berbasis desa, dengan harapan terbentuk kelompok-kelompok warga yang mampu menjadi pelindung utama orangutan sekaligus penjaga keseimbangan alam di sekitarnya.

Antusiasme masyarakat tampak jelas dari hadirnya perwakilan dari keempat desa. Suasana penuh semangat itu menunjukkan besarnya komitmen masyarakat untuk mencari jalan hidup berdampingan dengan orangutan. Dalam kesempatan itu, Kepala Seksi Konservasi Wilayah V Sipirok, Manigor Lumbantoruan, S.P., menyampaikan bahwa dukungan penuh akan terus diberikan. “Alam beserta satwa di dalamnya adalah karunia Tuhan. Mari kita rawat bersama demi keberlangsungan hidup kita dan generasi mendatang,” katanya.

Sementara itu, Abdul Kadir dari YOSL-OIC dalam wawancara bersama Humas Balai Besar KSDA Sumatera Utara menegaskan pentingnya peran masyarakat dalam program ini. “Kami berharap masyarakat di Desa Bulu Mario dapat menjadi garda terdepan dalam pelestarian Orangutan Tapanuli, sekaligus hidup selaras dengan alam. Dengan adanya tim mitigasi berbasis masyarakat, kami optimistis konflik dapat diminimalisir dan masyarakat juga mendapatkan manfaat dari upaya konservasi,” ungkapnya.

Bulu Mario mendapat perhatian khusus karena intensitas perjumpaan orangutan dengan warga lebih tinggi dibandingkan desa lain. Oleh karena itu, program Desa Ramah Orangutan dipandang sebagai langkah awal yang sangat penting. Ke depan, setelah tim mitigasi konflik terbentuk dan mendapatkan pelatihan, masyarakat juga akan dilibatkan dalam kegiatan monitoring bersama tim HOCRU (Human-Orangutan Conflict Response Unit). Mereka akan melakukan berbagai upaya mitigasi, seperti pemasangan seng pada pohon durian agar tidak mudah dirusak orangutan, penjarangan kanopi antara pohon hutan dan kebun untuk membatasi jalur pergerakan satwa, serta langkah-langkah lain yang ramah lingkungan.

Program Desa Ramah Orangutan ini menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi antara pemerintah, lembaga konservasi dan masyarakat dapat membuka jalan bagi harmoni antara manusia dan satwa liar. Menjaga orangutan berarti menjaga keseimbangan ekosistem, dan pada akhirnya juga menjaga kehidupan manusia. Dengan berbagi ruang dan saling menghormati, harmoni antara manusia dan alam bukanlah hal yang mustahil, melainkan sebuah tanggung jawab bersama yang harus diwariskan kepada generasi mendatang.


Sumber: Seksi Konservasi Wilayah V Sipirok dan Eva Suryani Sembiring, S.Hut (Penyuluh Kehutanan)-Balai Besar KSDA Sumatera Utara

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Belum terdapat komentar pada berita ini