Rabu, 13 Agustus 2025 BBKSDA Sumatera Utara
Sidang pemeriksaan terdakwa
Medan, 13 Agustus 2025. Setelah mengalami 2 kali penundaan karena tuntutan belum turun dari Kejaksaan Agung, akhirnya sidang kasus perdagangan satwa liar dilindungi jenis Burung Nuri Bayan (Eclectus roratus) dan Baning Coklat Manouria Emys) dengan terdakwa Stevanus Deo Bangun alias Evan, dapat digelar di Pengadilan Negeri Medan, pada Senin, (11/8), dengan agenda sidang pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
JPU, Jennifer Sylvia Theodora, SH., dalam tuntutannya menyampaikan bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan ahli serta barang bukti dalam persidangan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perdagangan satwa liar dilindungi jenis Burung Nuri Bayan dan Kura-kura Kaki Gajah atau Baning Coklat. Oleh karena itu meminta Majelis Hakim untuk menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa selama 6 (enam) tahun 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), dengan ketentuan apabila tidak membayar denda, dikenakan hukuman pengganti (subsider) selama 6 (enam) bulan kurungan.
Sedangkan terhadap barang bukti 5 (lima) ekor Burung Nuri Bayan dengan jenis kelamin jantan sebanyak 3 (tiga) ekor warna bulu hijau dan berjenis kelamin betina 2 (dua) ekor dengan warna bulu merah, serta 2 (dua) individu Kura-kura Kaki Gajah atau Baning Coklat, JPU meminta dirampas untuk Negara guna dilepasliarkan ke habitatnya dengan cara diserahkan ke Balai Besar KSDA Sumatera Utara. Dan untuk 2 (dua) butir telur Burung Nuri Bayan warna putih dalam keadaan utuh (tidak pecah) diserahkan kepada Balai Besar KSDA Sumatera Utara untuk dimusnahkan.
JPU menyebutkan terdakwa bersalah melanggar Pasal 40A ayat (1) huruf d Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Selain itu JPU juga menggunakan dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 40A ayat (1) huruf g Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf d Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Adapun hal yang memberatkan, bahwa perbuatan terdakwa memperdagangkan satwa dilindungi bertentangan dengan program Pemerintah, terdakwa juga berbelit-belit dalam memberi keterangan selama persidangan serta tidak mengakui perbuatannya. Sedangkan yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum
Usai mendengar tuntutan JPU, kuasa hukum terdakwa menyatakan akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi). Untuk mendengarkan pleidoi tersebut Majelis Hakim menunda sidang hingga Senin (25/8).
Sumber: Evansus Renandi Manalu (Penelaah Teknis Kebijakan) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 5