Rabu, 27 Agustus 2025 BBKSDA Jawa Timur
Banyuwangi, 26 Agustus 2025. Di bawah rindangnya pinus dan teduhnya mahoni, suara langkah petugas konservasi memecah keheningan Cagar Alam Janggangan, Rogojampi. Selama dua hari, 21 hingga 22 Agustus 2025, tim Smart Patrol Resor KSDA Wilayah 13 Banyuwangi, Situbondo, dan Bondowoso menelusuri batas-batas kawasan yang selama puluhan tahun menjadi benteng terakhir bagi keanekaragaman hayati di Timur Pulau Jawa. Patroli ini bukan sekadar rutinitas, melainkan ikhtiar sunyi menjaga garis tipis antara hutan produksi, lahan masyarakat, dan ruang hidup satwa liar.
Smart Patrol kali ini difokuskan pada dua kawasan yaitu Cagar Alam Janggangan Rogojampi I dengan luas 5.002 Ha dan Cagar Alam Janggangan Rogojampi II seluas 2,503 Ha. Kedua cagar alam ini menyimpan mozaik ekosistem, dari tegakan pinus (Pinus merkusii) yang dominan, rotan (Calamus sp.), hingga anggrek pohon yang merayap di batang-batang tua. Sementara itu, Janggangan II menghadirkan keragaman pohon rakyat, sengon buto, randu, manting, asem, hingga durian yang tumbuh berdampingan dengan bambu dan aren.
Tim patroli menemukan enam pal batas kawasan di Janggangan I dalam kondisi rusak, huruf-huruf penanda hilang dimakan usia. Di Janggangan II, pal batas bahkan belum pernah ada. Sebagai gantinya, pepohonan hidup dijadikan “penjaga sementara”. Situasi ini menyimpan kerentanan, tanpa penanda tegas, Kawasan konservasi mudah tergerus penyerobotan lahan dan klaim tak bertuan.
Meski berada dalam tekanan, denyut kehidupan masih terasa. Di Janggangan I, ayam hutan, kutilang, tupai, hingga monyet ekor panjang masih berkeliaran. Sedangkan Janggangan II menjadi panggung bagi cendet, merbah cerukcuk, dan bajing. Satwa-satwa itu menjadi saksi bisu atas rapuhnya bentang konservasi yang berdampingan dengan lahan masyarakat.
Permasalahan utama muncul dari ketegangan ekologi di batas kawasan. Di Janggangan I, dominasi pinus merkusii bersebelahan langsung dengan hutan produksi Perhutani yang menghasilkan getah bernilai ekonomi tinggi. Risiko pengambilan getah ilegal dan penyerobotan lahan pun membayang. Sementara di Janggangan II, keberadaan jalan desa yang membelah kawasan tanpa penanda batas resmi memperbesar peluang alih fungsi lahan.
Smart Patrol kali ini memang tak menemukan tanda-tanda perburuan, longsor, atau kebakaran. Namun tantangan yang lebih besar justru ada pada “garis tak kasat mata” batas yang kabur antara kawasan konservasi dan ruang hidup manusia. Di titik rapuh inilah pentingnya sinergi antara BBKSDA Jatim, Perum Perhutani, dan masyarakat desa penyangga.
Di Janggangan, tugas konservasi bukan hanya menjaga hutan dari kebakaran atau perburuan, tetapi juga menjaga batas-batas yang nyaris hilang agar keanekaragaman hayati tetap punya rumah. Sebab tanpa batas yang jelas, bukan hanya pohon pinus dan mahoni yang hilang, tapi juga sejarah panjang perjuangan manusia menjaga bentang alam Jawa Timur. (dna)
Sumber: Bidang KSDA Wilayah 3 Jember – Balai Besar KSDA Jawa Timur
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 5