Terdakwa Perdagangan Satwa Liar Dilindungi Mohon Keringanan Hukuman

Selasa, 26 Agustus 2025 BBKSDA Sumatera Utara

Sidang  pemeriksaan terdakwa

Medan, 26 Agustus 2025. Setelah sidang pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas kasus perdagangan satwa liar dilindungi jenis Burung Nuri Bayan (Eclectus roratus) dan Baning Coklat  (Manouria Emys) dengan terdakwa Stevanus Deo Bangun alias Evan pada Senin (11/8), Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan kembali menggelar sidang dengan agenda mendengarkan nota pembelaan (pleidoi) dari terdakwa dan penasehat hukumnya.

Terdakwa dalam pleidoi yang dibacakannya sendiri menyampaikan bahwa dirinya menerima burung Nuri Bayan dari temannya dan mendapatkan Baning Coklat, tujuan awalnya hanya untuk merawat dan memelihara satwa tersebut. Tidak ada niatnya untuk memperdagangkan. Terdakwa mengaku salah, karena tidak mengetahui bahwa satwa tersebut termasuk jenis yang dilindungi. Oleh karena itu, bersedia untuk menyerahkan satwa yang disita dalam kasus tersebut kepada Balai Besar KSDA Sumatera Utara untuk dilepasliarkan.

Terdakwa berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dan memohon pengampunan serta keringanan hukuman. Kepada Majelis Hakim juga disampaikan mohon dipertimbangkan keinginan terdakwa untuk merawat dan mengurus orang tuanya yang dalam kondisi sakit.

Pada sidang sebelumnya, JPU Jennifer Sylvia Theodora, SH., dalam tuntutannya menyampaikan bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan ahli serta barang bukti dalam persidangan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perdagangan satwa liar dilindungi jenis Burung Nuri Bayan dan Kura-kura Kaki Gajah atau Baning Coklat, dan oleh karena itu   meminta Majelis Hakim untuk menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa selama 6 (enam) tahun 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), dengan ketentuan apabila tidak membayar denda, dikenakan hukuman pengganti (subsider) selama 6 (enam) bulan kurungan.

Sedangkan terhadap barang bukti 5 (lima) ekor Burung Nuri Bayan dengan jenis kelamin jantan sebanyak 3 (tiga) ekor warna bulu hijau dan berjenis kelamin betina 2 (dua) ekor dengan warna bulu merah, serta 2 (dua) individu Kura-kura Kaki Gajah atau Baning Coklat, JPU meminta dirampas untuk Negara  guna dilepasliarkan ke habitatnya dengan cara diserahkan ke Balai Besar KSDA Sumatera Utara. Dan untuk 2 (dua) butir telur Burung Nuri Bayan warna putih dalam keadaan utuh (tidak pecah) diserahkan kepada Balai Besar KSDA Sumatera Utara untuk dimusnahkan.

JPU menyebutkan terdakwa bersalah melanggar Pasal 40A ayat (1) huruf d Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Selain itu JPU juga menggunakan dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 40A  ayat (1) huruf g Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf d Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Adapun hal yang memberatkan, bahwa perbuatan terdakwa memperdagangkan satwa dilindungi bertentangan dengan program Pemerintah, terdakwa juga berbelit-belit dalam memberi keterangan selama persidangan serta tidak mengakui perbuatannya. Sedangkan yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum

Usai mendengar nota pembelaan (pleidoi) yang disampaikan oleh terdakwa dan penasehat hukumnya, JPU menyatakan akan mengajukan tanggapan (replik) atas pleidoi tersebut. Untuk mendengarkan replik JPU, Majelis Hakim menunda sidang hingga Kamis (28/8).  

Sumber : Evansus Renandi Manalu (Penelaah Teknis Kebijakan) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini