Terdakwa Imran Menanti Putusan Majelis Hakim

Selasa, 15 Juli 2025 BBKSDA Sumatera Utara

Terdakwa Imran, S.PdI. dan Alexander Halim saat sidang tuntutan (19/6)

Medan, 15 Juli 2025. Sidang kasus dugaan korupsi alih fungsi kawasan hutan Suaka Margasatwa (SM) Karang Gading dan Langkat Timur Laut kembali digelar pada Senin (14/7) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, dengan agenda sidang mendengarkan Tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nota pembelaan (pleidoi) oleh penasehat hukum terdakwa Imran, S.PdI.

Sebagaimana diketahui bahwa sebelumnya terdakwa Imran, S.PdI oleh  JPU  bersama-sama dengan terdakwa Alexander Halim alias Akuang alias Lim Sia Cheng dituntut hukuman pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun dan denda sebesar Rp. 1 miliar dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar denda dikenakan hukuman pengganti (subsider) 6 (enam) bulan kurungan, pada sidang Kamis (19/6). Atas tuntutan tersebut, Penasehat Hukum terdakwa telah mengajukan pleidoi (nota pembelaan) pada sidang Senin (7/7).

Nota pembelaan yang dibacakan oleh Tim penasehat hukumnya, terdakwa Imran menyatakan bahwa surat resi (surat keterangan) yang diterbitkannya sebagai Kepala Desa Tapak Kuda saat itu hanya 2 surat, yang menerangkan bahwa Alexander Halim dan anaknya Albert Halim, merupakan warga Desa Tapak Kuda sesuai lokasi lahan yang dimilikinya.

Terdakwa menyampaikan bahwa tidak pernah punya niat menyalahgunakan jabatannya sebagai Kepala Desa. Terdakwa tidak pernah mengetahui bahwa surat resi yang diterbitkannya akhirnya disalahgunakan untuk pengurusan sertifikat hak milik (SHM) yang dijadikan dasar bagi penguasaan lahan yang berstatus sebagai kawasan konservasi SM. Karang Gading dan Langkat Timur Laut.

Menurut penasehat hukum, JPU melakukan diskriminasi dalam menuntut terdakwa dengan hukuman pidana penjara 15 tahun, karena terdakwa tidak melakukan perambahan hutan dan tidak melakukan perbuatan tindak pidana korupsi. Selain itu diskriminasi hukum juga dirasakan terdakwa  karena Notaris Wenni dan petugas BPN Langkat yang menerbitkan SHM justru tidak dimintai pertanggungjawaban. Oleh karena itu penasehat hukum terdakwa meminta kepada Majelis Hakim agar notaris dan petugas BPN Langkat tersebut turut dijadikan sebagai terdakwa dalam kasus ini.

Pada sidang kali ini, JPU menyampaikan tanggapan atas pleidoi dari penasehat hukum terdakwa, yang intinya tetap pada tuntutan semula. Demikian juga dengan penasehat hukum, saat ditanyakan Majelis Hakim tanggapannya atas tanggapan JPU juga menyatakan tetap pada isi pleidoi yang dibacakan pada sidang Senin (7/7). Usai mendengarkan tanggapan dari kedua belah pihak, Majelis Hakim menunda sidang selama sepekan dan akan dilanjutkan pada Senin (21/7) mendatang untuk mendengarkan putusan Majelis Hakim atas perkara tersebut. Putusan ini yang tentunya ditunggu-tunggu bukan hanya oleh pihak berperkara, tetapi juga masyarakat dan kalangan media massa.

Sumber: Evansus Renandi Manalu (Penelaah Teknis Kebijakan) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara

 

 

 

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Belum terdapat komentar pada berita ini