SMART Patrol Membaca Ketahanan Ekosistem Kecil Bawean

Selasa, 16 Desember 2025 BBKSDA Jawa Timur

Bawean, 16 Desember 2025. Pulau kecil tidak mengenal kata cadangan. Ketika hutan berkurang, mata air menyusut, ketika satu spesies hilang, keseimbangan ikut bergeser.

Di Pulau Bawean, seluruh proses ekologis itu berlangsung dalam ruang yang terbatas, menjadikan setiap gangguan, sekecil apapun, berdampak berlipat terhadap kehidupan pulau. Kesadaran inilah yang mendasari pelaksanaan SMART Patrol di Cagar Alam dan Suaka Margasatwa Pulau Bawean pada 20–26 November 2025.

Kegiatan ini dilaksanakan oleh Bidang KSDA Wilayah II Gresik dan Resort Konservasi Wilayah 10 Pulau Bawean, bersama Masyarakat Mitra Polhut Bawean Lestari serta mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Sebagai upaya membaca langsung ketahanan ekosistem pulau kecil yang unik sekaligus rapuh.

Berbeda dengan daratan luas, ekosistem pulau kecil bersifat tertutup dan terbatas. Ruang jelajah satwa sempit, sumber pakan tidak berlimpah, dan kemampuan alam untuk pulih dari gangguan berjalan jauh lebih lambat.

Patroli yang menjangkau 14 grid seluas 76,875 hektare di Blok Gunung Besar, Kumalasa, dan Alas Timur dilakukan untuk memetakan kondisi tersebut secara spasial dan objektif. Melalui pendekatan SMART Patrol berbasis grid dan analisis kerawanan, kawasan tidak hanya dipantau sebagai lokasi, tetapi dibaca sebagai satu kesatuan sistem, dari punggungan bukit hingga lembah tempat air dikumpulkan dan disimpan oleh hutan.

Keberadaan Rusa Bawean (Axis kuhlii) kembali tercatat selama patroli. Sebagai spesies endemik pulau kecil, rusa ini berfungsi sebagai indikator Kesehatan ekosistem. Selama hutan masih mampu menyediakan pakan dan ruang aman bagi rusa, berarti fungsi ekologis kawasan masih bekerja.

Bersama rusa, terdata pula Babi Kutil Bawean, Kelelawar Besar, dan Monyet Ekor Panjang, yang berperan penting dalam regenerasi hutan, penyebaran biji, dan keseimbangan vegetasi. Pada tingkat lain, burung pemangsa, burung bawah tajuk, reptil, amfibi, hingga serangga penyerbuk membentuk jejaring kehidupan yang saling terhubung. Dalam ekosistem pulau kecil, hilangnya satu mata rantai dapat mengguncang keseluruhan sistem.

Hutan Bawean bukan hanya kumpulan pohon, melainkan infrastruktur alami pulau. Jenis-jenis vegetasi seperti Gondang, Pangopa, Kayu Bulu, Pala Hutan, dan Kokap berfungsi menahan air hujan, menjaga tanah tetap stabil, dan memastikan mata air tetap mengalir. Di pulau kecil seperti Bawean, fungsi ini sangat krusial karena tidak ada sumber air pengganti.

Keberadaan anggrek epifit dan anggrek tanah yang tumbuh subur menjadi penanda bahwa mikroklimat hutan masih terjaga. Sedikit perubahan pada tutupan tajuk dapat langsung memengaruhi kelembapan, suhu, dan ketersediaan air.

Patroli juga mencatat adanya penebangan liar terhadap beberapa pohon serta pemanfaatan hasil hutan bukan kayu di dalam kawasan. Pada pulau kecil, aktivitas semacam ini tidak bisa dipandang sepele.

Satu pohon tumbang dapat memicu erosi, membuka akses ke bagian hutan lain, dan pada akhirnya melemahkan fungsi kawasan sebagai penyimpan air. Seluruh temuan telah ditandai dan dilaporkan melalui Laporan Kejadian sebagai bagian dari upaya pencegahan dan penegakan hukum.

Di Pulau Bawean, kawasan Cagar Alam dan Suaka Margasatwa sejatinya adalah benteng terakhir sumber air pulau. Dari kawasan inilah hujan disimpan, disaring oleh hutan, lalu dialirkan perlahan menjadi mata air yang menghidupi kebun, sawah, dan permukiman masyarakat hingga pesisir.

Rentan Longsor

Menjaga kawasan ini bukanlah semata kewajiban pemerintah atau petugas patroli, melainkan kepentingan bersama seluruh masyarakat Bawean dan Jawa Timur. Ketika kawasan ini dirambah atau dieksplorasi secara ilegal, dampaknya tidak langsung terasa hari ini, tetapi perlahan akan dirasakan bersama, mata air mengecil, sungai cepat kering, dan tanah menjadi lebih rentan longsor.

Melalui kegiatan SMART Patrol ini, kami mengajak masyarakat untuk tidak melakukan pengambilan hasil hutan dan eksploitasi ilegal di kawasan cagar alam dan suaka margasatwa. Menjaga hutan berarti menjaga air tetap mengalir, menjaga tanah tetap subur, dan memastikan Pulau Bawean tetap menjadi tempat hidup yang aman dan layak bagi generasi mendatang.

Pulau Bawean adalah lanskap sosial dan ekologis yang tidak terpisahkan. Instalasi air, bak penampung, dan batas kawasan yang dijumpai selama patroli menunjukkan bahwa kehidupan manusia dan kawasan konservasi saling bergantung. Karena itu, koordinasi dengan pemerintah desa dan sosialisasi kepada masyarakat desa penyangga menjadi bagian penting dari upaya menjaga keseimbangan tersebut.

Di pulau kecil, konservasi bukan tentang melarang semata, melainkan memahami batas alam. Hutan Bawean bukan milik satu generasi, tetapi titipan yang harus dijaga bersama. Dengan tidak merambah dan tidak mengambil secara ilegal, masyarakat telah ikut menjadi penjaga benteng terakhir pulau ini, benteng yang senyap, namun menentukan masa depan Bawean. (dna)


Sumber: Bidang KSDA Wilayah II Gresik – Balai Besar KSDA Jawa Timur

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Belum terdapat komentar pada berita ini