Senin, 15 Desember 2025 BBKSDA Jawa Timur
Bogor, 11–13 Desember 2025. Tiga dekade lalu, Elang Jawa adalah burung pemangsa yang lebih sering hadir dalam catatan riset ketimbang ruang publik. Kini, setelah perjalanan panjang yang diisi penelitian, patroli hutan, rehabilitasi, dan kebijakan konservasi, Indonesia berkumpul untuk memastikan arah langkah berikutnya.
Semangat itu mengemuka dalam Pekan Perayaan Tiga Dekade Konservasi Elang Jawa, rangkaian kegiatan nasional yang menyatukan sains, kebijakan, dan komitmen lintas pihak demi masa depan Nisaetus bartelsi, sang Garuda.
Kegiatan dimulai pada Kamis, 11 Desember 2025, di IPB International Convention Center, Bogor, melalui Lokakarya Final Peninjauan Status Elang Jawa. Forum ini dibuka dengan penegasan bahwa perayaan tiga dekade berdiri di atas fondasi ilmiah yang kuat. Hasil konsolidasi data nasional menunjukkan 511 pasang Elang Jawa tersebar di 74 kantong habitat utama di Jawa–Bali, capaian penting hasil kerja panjang lintas generasi, sekaligus pengingat bahwa spesies ini masih berada pada kondisi genting.
Dalam forum ini, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam KSDA Jawa Timur (BBKSDA Jatim) hadir sebagai bagian dari unsur pengelola kawasan yang selama ini berperan langsung di lapangan. Kehadiran BBKSDA Jatim menegaskan kontribusi Jawa Timur dalam upaya perlindungan Elang Jawa, baik melalui pengelolaan kawasan konservasi, dukungan monitoring populasi, penanganan satwa hasil rescue, hingga penguatan kolaborasi dengan mitra konservasi.
Diskusi hari pertama memusatkan perhatian pada peninjauan status populasi, distribusi, dan ancaman, mempertemukan peneliti, pengelola kawasan, serta petugas lapangan yang membawa perspektif nyata dari hutan-hutan pegunungan Jawa. Pada Jumat, 12 Desember 2025, rangkaian kegiatan bergerak ke ranah kebijakan.
Bapak Rohmat Marzuki - Wakil Menteri Kehutanan dalam arahannya menempatkan Elang Jawa sebagai indikator penting keberhasilan konservasi hutan Pulau Jawa secara keseluruhan. Beliau menyampaikan bahwa berdasarkan Daftar Merah IUCN dan strategi konservasi terkini, populasi.
Elang Jawa di alam diperkirakan berkisar antara 600–700 individu. Angka tersebut menuntut kehati-hatian dalam setiap intervensi konservasi, termasuk monitoring pasca-pelepasliaran satwa liar hasil rehabilitasi, penegakan hukum, maupun penyerahan sukarela dari masyarakat.
Wakil Menteri menegaskan bahwa sebagian besar kantong habitat Elang Jawa berada di kawasan hutan konservasi di Pulau Jawa, sehingga penetapan dan penguatan kawasan konservasi menjadi kunci utama. Beliau juga berbagi pengalaman personal ketika tumbuh di Magelang, diapit Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing, dan Ungaran, ketika Elang Jawa masih dapat disaksikan terbang bebas di langit pegunungan.
“Penetapan kawasan konservasi di Pulau Jawa menjadi sangat penting untuk melindungi habitat Elang Jawa, dan konservasi spesies elang jawa” ujar Rohmat Marzuki.
Dalam konteks penguatan habitat, beliau menyampaikan berbagai proses usulan kawasan konservasi baru, mulai dari Tahura Gunung Muria dan Taman Nasional Gunung Slamet di Jawa Tengah, Tahura Gunung Lawu yang diusulkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Taman Nasional Gunung Sanggabuana di Karawang–Purwakarta–Bogor, dan Cianjur serta Gunung Wayang, Gunung Cikuray, dan Gunung Cibungur di Purwakarta, Jawa Barat. Koridor kawasan ini diharapkan memperkuat bentang alam penting bagi Elang Jawa.
Arahan tersebut dikaitkan dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025–2029, yang menetapkan Indeks Daftar Merah Spesies sebagai indikator kinerja prioritas Kementerian Kehutanan. Dengan capaian indeks nasional 0,75 pada 2024, pemerintah menargetkan peningkatan nilai tersebut pada akhir periode perencanaan untuk menurunkan risiko kepunahan spesies.
Sabtu, 13 Desember 2025, di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Di kawasan hutan pegunungan yang menjadi salah satu benteng terakhir Elang Jawa, seekor individu hasil rehabilitasi dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya.
Prosesi pelepasliaran ini menandai ujung dari proses panjang, rescue, rehabilitasi, perawatan, hingga pengujian kesiapan satwa, sekaligus awal kehidupan baru Elang Jawa di alam. Momen ini menegaskan bahwa tujuan akhir konservasi bukan sekadar menyelamatkan individu, tetapi memulihkan hubungan satwa dengan habitat alaminya.
Rangkaian kegiatan kemudian ditutup dengan kunjungan ke Pusat Konservasi Elang Jawa Cimungkad dan Museum Bartels, menghubungkan sejarah awal penelitian Elang Jawa dengan tantangan konservasi masa kini yang kian kompleks.
Apresiasi disampaikan kepada seluruh pihak, Raptor Indonesia, Burung Indonesia, PT Djarum, akademisi, mitra pembangunan, pengelola kawasan konservasi termasuk BBKSDA Jawa Timur, komunitas, serta para penjaga hutan, yang telah menjadi bagian dari perjalanan panjang konservasi Elang Jawa.
Lebih dari sebuah perayaan, tiga dekade ini menegaskan pesan mendasar bahwa menjaga Elang Jawa berarti menjaga hutan Pulau Jawa, sumber airnya, dan keseimbangan ekosistemnya. Dengan menyatukan kekuatan sains, kebijakan, dan kerja lapangan, Indonesia meneguhkan komitmen agar sang Garuda tetap terbang bebas, hari ini dan bagi generasi yang akan datang. (dna)
Sumber: Balai Besar KSDA Jawa Timur
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 5