Senin, 06 Oktober 2025 BBKSDA Jawa Timur
Malang, 3 Oktober 2025. Di balik rawa-rawa yang tenang dan jernih airnya tertahan hujan, tim survei lima taksa jenis Lutung Jawa dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur (BBKSDA Jatim) menemukan kejutan, lompatan-lompatan kecil dari makhluk yang sekilas tampak seperti belalang mungil. Namun setelah diamati lebih dekat, jelaslah bahwa yang mereka temukan bukanlah serangga, melainkan seekor amfibi unik, Percil Kaki Berselaput (Microhyla palmipes), percil berselaput yang jarang terlihat.
Percil berselaput adalah sejenis kodok mini dari suku Microhylidae. Dalam bahasa Inggris ia disebut Palmated Chorus Frog atau Palmated Narrow-mouthed Frog. Satwa mungil ini memiliki penyebaran di Malaysia dan Indonesia bagian barat, termasuk Pulau Jawa dan Sumatra.
Ukuran tubuhnya sangat kecil, kurang dari 20 mm pada jantan dewasa, menjadikannya salah satu amfibi terkecil di hutan Jawa. Ciri khasnya adalah mulut sempit, kaki ramping dengan selaput di jari, serta warna coklat-kehitaman yang menyamarkan mereka di balik serasah lembab hutan hujan.
Kehadiran percil berselaput ini menjadi indikator kesehatan ekosistem rawa dan hutan tropis. Temuan ini menguatkan fakta bahwa Cagar Alam Pulau Sempu bukan hanya rumah bagi primata endemik Lutung Jawa, tetapi juga surga tersembunyi bagi herpetofauna. Meski tercatat dalam daftar IUCN Red List dengan status Least Concern (LC), spesies ini rentan terhadap degradasi habitat akibat pengeringan rawa, alih fungsi lahan, dan pencemaran lingkungan.
Suasana pagi itu mempertegas makna temuan ini. Suara katak mungil bersahutan dari balik genangan, seakan menjadi orkestra hutan tropis yang menyambut setiap langkah tim.
“Seolah-olah kita sedang berjalan di dunia lain,” ujar Tri Wahyu Widodo, anggota tim, menggambarkan bagaimana setiap pijakan kaki di serasah hutan Sempu memunculkan lompatan masa depan keanekaragaman hayati.
Pantai Baru-baru sebagai titik temu kehidupan mikro yang rapuh namun vital. Penemuan kecil ini bukan sekadar catatan ilmiah, melainkan pesan ekologi bahwa menjaga rawa, hutan, dan cagar alam berarti menjaga orkestrasi kehidupan yang tak terlihat, sekecil apapun bentuknya.
Penemuan percil berselaput di Blok Baru-baru mengingatkan kita bahwa konservasi bukan hanya tentang menjaga primata karismatik atau naga hutan, tetapi juga tentang merawat suara mungil yang kerap tak terdengar.
Di setiap lompatan kecil percil berselaput, kita melihat cermin masa depan keanekaragaman hayati Pulau Sempu. Dan di setiap suara mungilnya, kita mendengar pesan alam, jangan abaikan yang kecil, sebab dari situlah ekosistem hutan tropis menemukan keseimbangannya. (dna)
Sumber: Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda pada Balai Besar KSDA Jawa Timur
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 5