Anak Hebat, Peduli Konservasi Alam

Rabu, 23 Juli 2025 BBKSDA Sumatera Utara

Medan, 23 Juli 2025. Hari Anak Nasional (HAN) kembali diperingati tahun ini, dengan mengusung tema “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045”. Peringatan ini pertama kali dicanangkan oleh Presiden RI Soeharto pada tahun 1984 melalui Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1984. Tanggal 23 Juli dipilih sebagai HAN karena bertepatan dengan tanggal disahkannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Tujuan diperingatinya Hari Anak Nasional ini adalah untuk meningkatkan kesadaran seluruh lapisan masyarakat akan pentingnya pemenuhan hak dan perlindungan anak sebagai bagian dari upaya pembangunan manusia Indonesia seutuhnya menuju Indonesia Emas tahun 2045.

Dari sudut pandang konservasi alam, peran anak juga tidak kalah pentingnya, karena sebagai generasi penerus menjadi unsur penentu dalam melanjutkan serta mewujudkan pelestarian alam dan lingkungan. Oleh karena itu pendidikan konservasi alam sejak dini menjadi salah satu solusi yang akan membentuk kesadaran dan karakter anak sehingga menjadi agen perubahan positif dalam menjaga dan melestarikan alam.

Lebih luas lagi, peran anak dalam konservasi alam, selain sebagai promotor agen perubahan yang efektif dalam mengajak keluarga, teman dan komunitas mereka untuk peduli terhadap lingkungan, juga sebagai komunikator dalam penyebaran informasi tentang pentingnya konservasi dan cara menjaga lingkungan melalui berbagai media sosial, cerita atau presentasi.

Peran lainnya yang juga penting adalah sebagai eksekutor, pelaku aksi nyata dengan terlibat langsung dalam kegiatan konservasi, seperti menanam pohon, membersihkan sampah atau mengikuti kegiatan pelestarian lingkungan baik sekolah maupun komunitas dan terakhir, sebagai mediator penyambung lidah alam di mana anak menjadi suara bagi lingkungan yang sering kali terabaikan, menyuarakan kepedulian mereka terhadap kerusakan alam dan pentingnya menjaga keberlanjutannya.

Untuk bisa mewujudkan peran tersebut, sekali lagi pendidikan menjadi kata kunci karena dengan pendidikan yang tepat diharapkan anak-anak tidak hanya menimba ilmu dan pengetahuan yang mumpuni, melainkan juga menumbuhkan sense of crisis yaitu kemampuannya untuk mengenali atau mendeteksi potensi masalah, memahami dengan menganalisis akar penyebab masalah dan dampaknya, serta  merespon situasi yang berpotensi/berpeluang menjadi krisis dengan cepat dan tepat.


Selama ini pemenuhan kebutuhan akan pendidikan konservasi alam dan lingkungan masih berharap dari pendidikan formal, hanya melalui pembelajaran di sekolah. Padahal dengan padatnya kurikulum yang memuat beragam materi pembelajaran dan cenderung tidak terkoneksi/terintegrasi dengan pembalajaran konservasi alam, maka capaiannya kurang efektif.

Berharap hanya dari pendidikan formal semata, tentu tidak maksimal dan optimal. Oleh karena itu tidak ada jalan lain, semua potensi harus digerakkan dan diberdayakan. Pendidikan informal yang diperoleh di lingkungan keluarga dan masyarakat mulai dari sejak lahir hingga akhir hayat juga penting karena  memberikan pengaruh/dampak pada perkembangan individu serta memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan pengetahuan dan keterampilan.

Demikian juga dengan pendidikan non formal yang diselenggarakan di luar sekolah formal dengan tujuan untuk menambah keterampilan dan pengetahuan baik yang sudah diajarkan di sekolah maupun yang belum menjadi pelengkap dan penyempurna dari giat pendidikan. Pendidikan non formal tentang konservasi alam inilah yang kerap dimodifikasi, dikemas dan diterapkan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat (NGO) kepada siswa pencinta alam maupun mahasiswa pencinta alam.

Lembaga atau institusi pemerintah sesungguhnya dapat juga mengembangkan pendidikan non formal, terkhusus Kementerian Kehutanan yang memiliki sumber daya manusia (SDM) tenaga fungsional tertentu. Penyuluh Kehutanan, Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) dan Polisi Kehutanan (Polhut) sejatinya punya andil juga untuk mengembangkan program Pendidikan Konservasi Alam secara permanen yang diterapkan di seluruh Satker lingkup Kementerian Kehutanan di Indonesia dengan mengangkat potensi konservasi alam di lingkungannya masing-masing. Di beberapa Satker memang sudah mengaplikasikannya dan bahkan sudah memiliki kurikulum khusus serta jadwal pembelajaran sedangkan di satker lainnya masih perlu suntikan semangat untuk menerapkan hal yang sama.

Sebagai penutup dari tulisan ini, menarik untuk menyimak kutipan sambutan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Prof. Dr. Satyawan Pudyatmoko, S.Hut., M.Agr.Sc., dalam acara launching HKAN 2024 di Gedung Manggala Wanabakti, Selasa (16/7/2024) “Generasi muda adalah kunci dalam menjaga kelestarian alam. Mereka memiliki karakter kreatif, mudah beradaptasi dengan teknologi dan lebih terbuka terhadap perubahan,”. Pesan ini tentunya menjadi sinyal untuk memberdayakan anak-anak Indonesia guna mewujudkan “Anak Hebat, Peduli Konservasi Alam”. Selamat Hari Anak Nasional 2025…

Sumber: Evansus Renandi Manalu (Penelaah Teknis Kebijakan) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini