Kamis, 10 Juli 2025 BBKSDA Sumatera Utara
Dibalik kepingan sisik ini ada ratusan dan bahkan ribuan ekor Trenggiling meregang nyawa (foto : illustrasi)
Medan, 10 Juli 2025. Trenggiling (Manis javanica) selalu menjadi topik berita yang menarik. Saat ini di Pengadilan Negeri Kisaran, Asahan, Sumatera Utara, sedang berlangsung sidang perdagangan sisik Trenggiling. Sidang ini menjadi perhatian berbagai kalangan, karena persidangan mengungkap banyak fakta-fakta menarik yang menjadi catatan penting dalam penegakan hukum.
Kasus ini bermula ketika Tim gabungan Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Polisi Militer Kodam (Pomdam) I/Bukit Barisan, dan Polda Sumatera Utara menggagalkan penjualan 1.180 kg sisik Trenggiling dalam operasi gabungan penindakan peredaran tumbuhan dan satwa liar dilindungi di Kisaran, Kabupaten Asahan, pada Senin (11/11/2024). Di lokasi pertama, tepatnya di loket bus PT Rafi di jln. Jenderal A. Yani Kisaran ditemukan barang bukti 9 kardus berisi sisik trenggiling berjumlah 322 kg. Kemudian di lokasi kedua, di gudang rumah M. Yusuf Harahap di Kelurahan Siumbat-umbat, Kisaran Timur, Kabupaten Asahan, ditemukan barang bukti 21 karung berisi sisik Trenggiling seberat 858 kg.
Kasus ini mulai menarik dimana dalam operasi penindakan tersebut, Tim mengamankan 4 (empat) orang pelaku, yaitu Amir Simatupang, warga sipil, serta tiga orang anggota TNI dan Polri, yakni Serka M. Yusuf Harahap, Serda Rahmadani Syahputra dan Bripka Alfi Hariadi Siregar. Jaksa Penuntut Umum mengungkap fakta di persidangan, bahwa kasus ini bermula adanya persekongkolan dari Serka M. Yusuf Harahap, Serda Rahmadani Syahputra dan Bripka Alfi Hariadi Siregar, secara sengaja memindahkan barang bukti sisik Trenggiling dari gudang Mapolres Asahan seberat 1,2 ton ke kios milik Serka M. Yusuf Harahap. (https://gardaanimalia.com ).
Kemudian, Amir Simatupang, seorang sipil diminta untuk menjual 320 kg sisik trenggiling pada calon penjual asal Aceh bernama Alex. Namun belum sempat barang dikirim, keempatnya diringkus Tim gabungan penegak hukum pada Senin (11/11/2024). Akhirnya Amir Simatupang menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Kisaran, Asahan, sedangkan Serka M. Yusuf Harahap dan Serda Rahmadani Syahputra sebagai anggota TNI menjalani proses persidangan di Pengadilan Militer. Belakangan Bripka Alfi Hariadi Siregar, yang awalnya hanya sebagai saksi, akhirnya oleh Gakkum Kementerian Kehutanan ditetapkan sebagai tersangka. Atas penetapan tersangka ini, Bripka Alfi Hariadi Siregar mengajukan Praperadilan (Prapid) di Pengadilan Negeri (PN) Kisaran, Asahan. Sampai tulisan ini naik, proses sidang Prapid masih berlangsung.
Dari persidangan yang sedang berjalan, menjadi menarik pula ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan tuntutan hukuman pidana penjara 7 tahun kepada terdakwa Amir Simatupang, dalam sidang yang berlangsung pada Senin (23/6/2025), sedangkan Oditur Militer menuntut Serka M. Yusuf Harahap dan Serda Rahmadani Syahputra, keduanya bertugas sebagai Babinsa di Koramil 06/Kisaran, Kodim 0208/Asahan, dengan pidana penjara masing-masing selama 8 bulan, dalam persidangan di Pengadilan Militer Medan pada Kamis (26/6/2025) (mediadialognews.com).
Meskipun Oditur Militer (Pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai penuntut umum, sebagai pelaksana putusan atau penetapan pengadilan dalam lingkungan peradilan militer) menuntut kedua terdakwa dengan pidana penjara masing-masing 8 bulan, namun Majelis Hakim yang mengadili perkara memutuskan bahwa kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyimpan dan mengangkut bagian satwa yang dilindungi (sisik Trenggiling) yang dilakukan secara bersama-sama, serta menilai bahwa tuntutan pidana yang disampaikan Oditur masih terlalu ringan sehingga kemudian ditambah menjadi masing-masing pidana penjara 1 tahun. Selain itu juga dikenakan pidana denda sejumlah Rp. 100 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan kurungan 1 bulan. (IDN TIMES).
Putusan Majelis Hakim Peradilan Militer yang memvonis kedua terdakwa dengan pidana penjara 1 tahun, ditanggapi beragam oleh masyarakat, salah satunya dari Direktur Penegakan Hukum Auriga Nusantara Rony Saputra, yang menyebutkan bahwa perdagangan satwa liar ini menurutnya merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Kejahatan ekologi yang sebegitu besar dampaknya. Kerugian negaranya juga besar. Bagaimana bisa memastikan masyarakat sipil jera melakukan kejahatan, ketika militer saja tidak diberikan efek jera yang besar, seharusnya ancaman hukuman bagi militer ditambah sepertiga dari sipil. (IDN TIMES)
Bicara kerugian negara, mantan Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian LHK, Rasio Ridho Sani, mengatakan untuk mendapatkan 1.180 kg sisik Trenggiling, sekitar 5.900 Trenggiling dibunuh. Valuasi ekonomi yang dilakukan Kementerian LHK bersama dengan ahli dari IPB University, bahwa 1 ekor trenggiling mempunyai nilai ekonomis berkaitan dengan lingkungan hidup sebesar Rp. 50,6 juta. Untuk mendapatkan 1 kg sisik trenggiling, 4-5 ekor Trenggiling dibunuh. Dengan dibunuhnya 5.900 ekor Trenggiling, maka kerugian lingkungan mencapai Rp. 298,5 miliar (Perburuan Trenggiling Kapan Berakhir? Website 11 Desember 2024, Evansus Renandi Manalu).
Perjalanan Trenggiling untuk mencari keadilan masih cukup panjang. Banyak tantangan dan rintangan yang masih harus dihadapi. Penegakan hukum yang diharapkan sebagai instrumen memberi efek jera, ternyata juga masih membutuhkan pengujian dalam mewujudkan keadilan bagi satwa liar, termasuk Trenggiling. Tapi situasi ini tentunya tidak menyurutkan semangat untuk terus mengobarkan perjuangan, menata penegakan hukum lebih baik lagi yang peduli kepada satwa liar. Mari kita wujudkan impian ini ……!!
Sumber: Evansus Renandi Manalu (Penelaah Teknis Kebijakan) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 5